Banyak polemik dan kontroversi pada setiap catatan sejarah. Hal ini yang kadang membuat kita risau, dan mulai berpikir apa yang sesungguhnya terjadi. Sejarah selalu menyisakan tanda tanya, atau menimbulkan banyak persepsi ganjil. Oleh karena itu, jika kebenaran sejarah masih bisa diungkap. Maka, sudah selayaknya semua khalayak mengetahui kronologis sesungguhnya.
Kontroversi sejarah kelahiran pancasila timbul karena banyak catatan sejarah yang menuliskan kejadian berbeda. Menimbulkan kesimpang-siuran sejarah membuat kita sulit memahami bagaimana kejadian sebenarnya.
Saat masih SMA, buku-buku pelajaran menuliskan bahwa Muhammad Yamin berpidato pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945. Bahkan sampai saya kuliah disemester dua pun banyak buku yang masih menuliskan hal yang sama.
Perbedaan pada setiap catatan sejarah yang saya baca membuat saya penasaran apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang sedang ditutupi.
Inilah beberapa informasi yang saya temukan diberbagai sumber. Saya tidak mengatakan seluruh informasi ini pasti benar. Silahkan kalian menilai sendiri. Tapi, yang pasti dari informasi ini kita dapat mengambil beberapa kesimpulan untuk diri kita sendiri.
BPUPKI adalah organisasi yang dibentuk Jepang pada tanggal 1 Maret 1945. Organisasi ini dibentuk untuk mempersiapkan kemerdekaan Indoesia. Sidang pertama dilaksanakan pada tanggal 29 Mei 1945 sebagai upaya mencari jawaban dari pertanyaan yang diajukan Dr. Radjiman Wediodiningrat, selaku ketua BPUPKI, tentang apa yang menjadi dasar negara Indonesia.
Banyak catatan sejarah yang menjelaskan bahwa pada tanggal 29 Mei 1945, Muhammad Yamin menyampaikan pidatonya yang berisi tentang kensop lahirnya pancasila. Bahkan, ada beberapa buku yang beranggapan bahwa Muhammad Yamin-lah Sang Konseptor Pancasila. Namun, apakah itu kebenarannya? Apa yang melandasi pemikiran tersebut? Benarkah Yamin pantas disebut sebagai Sang Konseptor?
Pada awalnya, ada beberapa sumber yang menyatakan bahwa Muhammad Yamin menyampaikan pidatonya yang berisi lima azas dasar untuk Negara Indonesia Merdeka, yakni :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Menurut sumber tersebut pula, setelah berpidato Yamin menyampaikan usul tertulis mengenai Rancangan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Karena konsep yang pertaa dirasa terlalu pendek. Di dalam Pembukaan dari Rancangan Undang-Undang Dasar itu tercantum perumusan lima azas dasar Negara yang berbunyi sebagai berikut :
1. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia.
3. Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Beberapa waktu kemudian, dokumen-dokumen BPUPKI yang asli datang dari Belanda dan dibawa ke Indonesia. Setelah itulah ditemukan informasi bahwa sebenarnya Yamin tidak pernah berpidato secara lisan di persidangan BPUPKI tanggal 29 Mei 1945. Lantas, mengapa Yamin dalam bukunya yang berjudul ‘Naskah Persiapan UUD 1945’ jilid 1 pada halaman 721-728 menyebutkan bahwa dirinya menyampaikan pidato secara lisan pada sidang BPUPKI. Padahal, menurut Bung Hatta pun Yamin tidak berpidato pada sidang BPUPKI melainkan menampaikan pendapat pada sidang Panitia Kecil yang hanya beranggotakan 9 orang.
Lalu, mengapa banyak buku yang menyebutkan bahwa Yamin berpidato pada sidang BPUPKI. Hal ini bermula saat seorang peneliti sejarah bernama Nugroho Notosusanto pada tahun 1981 menyebutkan bahwa Muhammad Yamin memang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945 sebelum Soekarno yang berpidato tanggal 1 Juni 1945. Sehingga, Nugroho menganggap bahwa Yamin-lah ‘Penggali’ Pancasila. Padahal, Yamin dalam bukunya berkali-kali menyebutkan bahwa Soekarno-lah ‘Penggali’ Pancasila. Lantas, mengapa Nugroho bersikeras Yamin sebagai tokoh utama lahirnya pancasila. Tidakkah sebagai peneliti dia seharusnya membaca dengan detail buku yang ditulis Yamin. Apakah benar yang terjadi dalam penelitian Nugroho hanya sebuah keteledoran atau pamfler politik sebagai perwujudan dari sikap anti-soekarnoisme?
Di Zaman Orde Baru, jelas sekali beberapa kebijakan yang diberlakukan oleh penguasa saat itu, Soeharto, bertujuan untuk menghilangkan pemikiran rakyat Indonesia tentang betapa hebat Soekarno. Salah satu upayanya adalah menjauhkan nama Soekarno dari pancasila.
Jika Nugroho Notosusanto benar hanya melakukan keteledoran, mengapa tidak ada upaya yang mmperbaiki keteledorannya saat itu. Mengapa justru Nugroho diangkat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di Zaman Orde Baru. Apakah pantas seseorang yang ikut andil dalam ‘Pengkhianatan’ sejarah diangkat menjadi seorang Menteri Pendidikan. Apa yang dilakukan Soeharto dan Nugroho jelas adalah sebuah pamfler politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar